-
Selasa, Maret 03, 2009
Calon Istri Pamanku
Kisah ini terjadi kira-kira 2 tahun yang lalu, tapi setiap kali aku
membayangkannya, seolah-olah baru saja terjadi kemarin peristiwa yang
sangat indah ini.
Aku mempunyai seorang paman yang belum menikah. Pamanku ini bisa
dibilang rada telat untuk menikah karena waktu itu ia berusia 42 tahun. Hal ini
disebabkan karena pamanku adalah pengusaha kaya tapi ia terlalu cerewet
dalam memilih pendamping hidupnya. Sebenarnya ia telah banyak
diperkenalkan dengan wanita-wanita muda oleh keluargaku, tetapi tetap ia
bilang inilah itulah, tidak ada yang cocok dengan matanya, katanya.
Sampai pada suatu saat, ketika aku kebetulan sedang bertamu ke rumahnya,
datang teman pamanku dengan seorang wanita yang sangat cantik dan ayu,
semampai, langsing, pokoknya kalau menurut saya, layak dikirim untuk jadi
calon miss universe.
Kemudian kami diperkenalkan dengannya, wanita itu bernama Ayu, ternyata
namanya pas sekali dengan wajahnya yang memang ayu itu. Ia berusia 24
tahun dan saat itu ia bekerja sebagai sekretaris di perusahaan teman
pamanku itu. Kemudian kami bercakap-cakap, ternyata Ayu memang enak
untuk diajak ngobrol. Dan aku melihat sepertinya pamanku tertarik sekali
dengannya, karena aku tahu matanya tidak pernah lepas memandang wajah
Ayu.
Tapi tidak demikian halnya dengan Ayu. Ia lebih sering memandangku,
terutama ketika aku berbicara, tatapannya dalam sekali, seolah-olah dapat
menembus pikiranku. Aku mulai berpikir jangan-jangan Ayu lebih menyukaiku.
Tapi aku tidak dapat berharap banyak, soalnya bukan aku yang hendak
dijodohkan. Tapi aku tetap saja memandangnya ketika ia sedang berbicara,
kupandangi dari ujung rambut ke kaki, rambutnya panjang seperti gadis di
iklan sampo, kulitnya putih bersih, kakinya juga putih mulus, tapi sepertinya
dadanya agak rata, tapi aku tidak terlalu memikirkannya.
Tidak terasa hari sudah mulai malam. Kemudian sebelum mereka pulang,
pamanku mentraktir mereka makan di sebuah restoran chinese food di dekat
rumahnya di daerah Sunter. Ketika sampai di restorant tersebut, aku langsung
pergi ke WC dulu karena aku sudah kebelet. Sebelum aku menutup pintu,
tiba-tiba ada tangan yang menahan pintu tersebut. Ternyata adalah Ayu.
"Eh, ada apa Yu?"
"Enggak, gua pengen kasih kartu nama gua, besok jangan lupa telpon gua,
ada yang mau gua omongin, oke?"
"Kenapa enggak sekarang aja?"
"Jangan, ada paman elu, pokoknya besok jangan lupa."
Setelah acara makan malam itu, aku pun pulang ke rumah dengan seribu satu
pertanyaan di otakku, apa yang mau diomongin sama Ayu sih. Tapi aku tidak
mau pikir panjang lagi, lagipula nanti aku bisa-bisa susah tidur, soalnya kan
besok harus masuk kerja.
Besoknya saat istirahat makan siang, aku meneleponnya dan bertanya
langsung padanya.
"Eh, apa sih yang mau elu omongin, gua penasaran banget?"
"Eee, penasaran ya, Ton?"
"Iya lah, ayo dong buruan!"
"Eh, slow aja lagi, napsu amet sih elu."
"Baru tahu yah, napsu gua emang tinggi."
"Napsu yang mana nih?" Ayu sepertinya memancingku.
"Napsu makan dong, gua kan belum sempat makan siang!"
Aku sempat emosi juga rasanya, sepertinya ia tidak tahu aku ini orang yang
sangat menghargai waktu, terutama jam makan siang, soalnya aku sambil
makan dapat sekaligus main internet di tempat kerjaku, karena saat itu pasti
bosku pergi makan keluar, jadi aku bebas surfing di internet, gratis lagi.
"Yah udah, gua cuma mau bilang bisa enggak elu ke apartment gua sore ini
abis pulang kerja, soalnya gua pengen ngobrol banyak sama elu."
Aku tidak habis pikir, nih orang kenapa tidak bilang kemarin saja.
Lalu kataku, "Kenapa enggak kemarin aja bilangnya?"
"Karena gua mau kasih surprise buat elu." katanya manja.
"Ala, gitu aja pake surprise segala, yah udah entar gua ke tempat elu, kira-kira
jam 6, alamat elu di mana?"
Lalu Ayu bilang, "Nih catet yah, apartment XX (edited), lantai XX (edited),
pintu no. XX (edited), jangan lupa yah!""Oke deh, tunggu aja nanti, bye!"
"Bye-bye Ton."
Setelah telepon terputus, lalu aku mulai membayangkan apa yang akan
dibicarakan, lalu pikiran nakalku mulai bekerja. Apa bisa aku menyentuhnya
nanti, tetapi langsung aku berpikir tentang pamanku, bagaimana kalau nanti
ketahuan, pasti tidak enak dengan pamanku. Lalu aku pun mulai tenggelam
dalam kesibukan pekerjaanku.
Tidak lama pun waktu sudah menunjukkan pukul 17.00, sudah waktunya nih,
pikirku. Lalu aku pun mulai mengendarai motorku ke tempatnya. Lumayan
dekat dari tempat kerjaku di Roxymas. Sesampainya di sana, aku pun
langsung menaiki lift ke lantai yang diberitahukan. Begitu sampai di lantai
tersebut, aku pun langsung melihatnya sedang membuka pintu ruanganya.
Langsung saja kutepuk pundaknya, "Hai, baru sampe yah, Yu.."
Ayu tersentak kaget, "Wah gua kira siapa, pake tepuk segala."
"Elu khan kasih surprise buat gua, jadi gua juga mesti kasih surprise juga buat
elu."
Lalu ia mencubit lenganku, "Nakal elu yah, awas nanti!"
Kujawab saja, "Siapa takut, emang gua pikirin!"
"Ayo masuk Ton, santai aja, anggap aja rumah sendiri." katanya setelah
pintunya terbuka.
Ketika aku masuk, aku langsung terpana dengan apa yang ada di dalamnya,
kulihat temboknya berbeda dengan tembok rumah orang-orang pada
umumnya, temboknya dilukis dengan gambar-gambar pemandangan di luar
negeri. Dia sepertinya orang yang berjiwa seniman, pikirku. Tapi hebat juga
kalau cuma kerja sebagai sekretaris mampu menyewa apartment.
Jangan-jangan ini cewek simpanan, pikirku.
Sambil aku berkeliling, Ayu berkata, "Mau minum apa Ton?"
"Apa saja lah, asal bukan racun." kataku bercanda.
"Oh, kalau gitu nanti saya campurin obat tidur deh." kata Ayu sambil tertawa.
Sementara ia sedang membuat minuman, mataku secara tidak sengaja tertuju
pada rak VCD-nya, ketika kulihat satu persatu, ternyata lebih banyak film yang
berbau porno. Aku tidak sadar ketika ia sudah kembali, tahu-tahu ia nyeletuk,
"Ton, kalo elu mau nonton, setel aja langsung..!"
Aku tersentak ketika ia ngomong seperti itu, lalu kubilang, "Apa gua enggak
salah denger nih..?"
Lalu katanya, "Kalo elu merasa salah denger, yah gua setelin aja sekarang
deh..!"
Lalu ia pun mengambil sembarang film kemudian disetelnya. Wah, gila juga
nih cewek, pikirku, apa ia tidak tahu kalau aku ini laki-laki, baru kenal sehari
saja, sudah seberani ini.
"Duduk sini Ton, jangan bengong aja, khan udah gua bilang anggap aja rumah
sendiri..!" kata Ayu sambil menepuk sofa menyuruhku duduk.
Kemudian aku pun duduk dan nonton di sampingnya, agak lama kami terdiam
menyaksikan film panas itu, sampai akhirnya aku pun buka mulut, "Eh Yu, tadi
di telpon elu bilang mau ngomong sesuatu, apa sih yang mau elu
ngomongin..?"
Ayu tidak langsung ngomong, tapi ia kemudian menggenggam jemariku, aku
tidak menyangka akan tindakannya itu, tapi aku pun tidak berusaha untuk
melepaskannya.
Agak lama kemudian baru ia ngomong, pelan sekali, "Elu tau Ton, sejak
kemarin bertemu, kayaknya gua merasa pengen menatap elu terus, ngobrol
terus. Ton, gua suka sama elu."
"Tapi khan kemarin elu dikenalkan ke Paman gua, apa elu enggak merasa
kalo elu itu dijodohin ke Paman gua, apa elu enggak lihat reaksi Paman gua
ke elu..?"
"Iya, tapi gua enggak mau dijodohin sama Paman elu, soalnya umurnya aja
beda jauh, gua pikir-pikir, kenapa hari itu bukannya elu aja yang dijodohin ke
gua..?" kata Ayu sambil mendesah.
Aku pun menjawab, "Gua sebenarnya juga suka sama elu, tapi gua enggak
enak sama Paman gua, entar dikiranya gua kurang ajar sama yang lebih tua."
Ayu diam saja, demikian juga aku, sementara itu film semakin bertambah
panas, tapi Ayu tidak melepaskan genggamannya. Lalu secara tidak sadar
otak pornoku mulai bekerja, soalnya kupikir sekarang kan tidak ada orang lain
ini. Lalu mulai kuusap-usap tangannya, lalu ia menoleh padaku, kutatap
matanya dalam-dalam, sambil berkata dengan pelan, "Ayu, gua cinta elu."
Ia tidak menjawab, tapi memejamkan matanya. Kupikir ini saatnya, lalu
pelan-pelan kukecup bibirnya sambil lidahku menerobos bertemu lidahnya.
Ayu pun lalu membalasnya sambil memelukku erat-erat. Tanganku tidak
tinggal diam berusaha untuk meraba-raba buah dadanya, ternyata agak besar
juga, walaupun tidak sebesar punyanya bintang film porno. Ayu menggeliat
seperti cacing kepanasan, mendesah-desah menikmati rangsangan yang
diterima pada buah dadanya.
Kemudian aku berusaha membuka satu persatu kancing bajunya, lalu
kuremas-remas payudara yang masih terbungkus BRA itu.
"Aaahh, buka aja BH-nya Ton, cepat.., oohh..!"
Kucari-cari pengaitnya di belakang, lalu kubuka. Wah, ternyata lumayan juga,
masih padat dan kencang, walaupun tidak begitu besar. Langsung
kusedot-sedot putingnya seperti anak bayi kehausan.
"Esshh.. ouwww.. aduhh.. Ton.. nikmat sekali lidahmu.., teruss..!"
Setelah bosan dengan payudaranya, lalu kubuka seluruh pakaiannya sampai
bugil total. Ia juga tidak mau kalah, lalu melepaskan semua yang kukenakan.
Untuk sesaat kami saling berpandangan mengagumi keindahan
masing-masing. Lalu ia menarik tanganku menuju ke kamarnya, tapi aku
melepaskan pegangannya lalu menggendongnya dengan kedua tanganku.
"Aouww Ton, kamu romantis sekali..!" katanya sambil kedua tangannya
menggelayut manja melingkari leherku.
Kemudian kuletakkan Ayu pelan-pelan di atas ranjangnya, lalu aku menindih
tubuhnya dari atas, untuk sesaat mulut kami saling pagut memagut dengan
mesranya sambil berpelukan erat. Lalu mulutku mulai turun ke buah dadanya,
kujilat-jilat dengan lembut, Ayu mendesah-desah nikmat. Tidak lama aku
bermain di dadanya, mulutku pelan-pelan mulai menjilati turun ke perutnya,
Ayu menggeliat kegelian.
"Aduh Ton, elu ngerjain gua yah, awas elu nanti..!"
"Tapi elu suka khan? Geli-geli nikmat..!"
"Udah ah, jilati aja memek gua Ton..!"
"Oke boss.., siap laksanakan perintah..!"
Langsung saja kubuka paha lebar-lebar, tanpa menunggu lagi langsung saja
kujilat-jilat klitorisnya yang sebesar kacang kedele. Ayu
menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan liar seakan-akan tidak mau kalah
dengan permainan lidahku ini.
"Oohh esshh aaouuw uuhh teeruss.., lebih dalemm, oohh.. nikmat sekali..!"
Agak lama juga aku bermain di klitorisnya sampai-sampai terlihat banjir di
sekitar vaginanya.
"Ton, masukkin aja titit elu ke lobang gua, gua udah enggak tahan lagi..!"
Dengan segera kuposisikan diriku untuk menembus kemaluannya, tapi ketika
kutekan ujung penisku, ternyata tidak mau masuk. Aku baru tahu ternyata dia
masih perawan.
"Ayu, apa elu tidak menyesal perawan elu gua tembus..?"
"Ton, gua rela kalau elu yang ngambil perawan gua, bagi gua di dunia ini
cuma ada kita berdua aja."
Tanpa ragu-ragu lagi langsung kutusuk penisku dengan kuat, rasanya seperti
ada sesuatu yang robek, mungkin itu perawannya, pikirku.
"Aduh sakit Ton, tahan dulu..!" katanya menahan sakit.
Aku pun diam sejenak, lalu kucium mulutnya untuk meredakan rasa sakitnya.
Beberapa menit kemudian ia terangsang lagi, lalu tanpa buang waktu lagi
kutekan pantatku sehingga batang kemaluanku masuk semuanya ke dalam
lubangnya.
"Pelan-pelan Ton, masih sakit nih..!" katanya meringis.
Kugoyangkan pinggulku pelan-pelan, lama kelamaan kulihat dia mulai
terangsang lagi. Lalu gerakanku mulai kupercepat sambil menyedot-nyedot
puting susunya. Kulihat Ayu sangat menikmati sekali permainan ini.
Tidak lama kemudian ia mengejang, "Ton, aa.. akuu.. mau keluarr.., teruss..
terus.., aahh..!"
Aku pun mulai merasakan hal yang sama, "Yu, aku juga mau keluar, di dalam
atau di luar..?"
"Keluarin di dalem aja Sayang.. ohh.. aahh..!" katanya sambil kedua pahanya
mulai dijepitkan pada pinggangku dan terus menggoyangkan pantatnya.
Tiba-tiba dia menjerit histeris, "Oohh.. sshh.. sshh.. sshh.."
Ternyata dia sudah keluar, aku terus menggenjot pantatku semakin cepat dan
keras hingga menyentuh ke dasar liang senggamanya.
"Sshh.. aahh.." dan, "Aagghh.. crett.. crett.. creet..!"
Kutekan pantatku hingga batang kejantananku menempel ke dasar liang
kenikmatannya, dan keluarlah spermaku ke dalam liang surganya.
Saat terakhir air maniku keluar, aku pun merasa lemas. Walaupun dalam
keadaan lemas, tidak kucabut batang kemaluanku dari liangnya, melainkan
menaikkan lagi kedua pahanya hingga dengan jelas aku dapat melihat
bagaimana rudalku masuk ke dalam sarangnya yang dikelilingi oleh bulu
kemaluannya yang menggoda. Kubelai bulu-bulu itu sambil sesekali
menyentuh klitorisnya.
"Sshh.. aahh..!" hanya desisan saja yang menjadi jawaban atas perlakuanku
itu.
Setelah itu kami berdua sama-sama lemas. Kami saling berpelukan selama
kira-kira satu jam sambil meraba-raba.
Lalu ia berkata kepadaku, "Ton, mudah-mudahan kita bisa bersatu seperti ini
Ton, gua sangat sayang pada elu."
Aku diam sejenak, lalu kubilang begini, "Gua juga sayang elu, tapi elu mesti
janji tidak boleh meladeni paman gua kalo dia nyari-nyari elu."
"Oke boss, siap laksanakan perintah..!" katanya sambil memelukku lebih erat.
Sejak saat itu, kami menjadi sangat lengket, tiap malam minggu selalu kami
bertingkah seperti suami istri. Tidak hanya di apartmentnya, kadang aku
datang ke tempat kerjanya dan melakukannya bersama di WC, tentu saja
setelah semua orang sudah pulang. Kadang ia juga ke tempat kerjaku untuk
minta jatahnya. Katanya pamanku sudah tidak pernah mencarinya lagi,
soalnya tiap kali Ayu ditelpon, yang menjawabnya adalah mesin penjawabnya,
lalu tak pernah dibalas Ayu, mungkin akhirnya pamanku jadi bosan sendiri.
Aku dan ia sering jalan-jalan ke Mal-Mal, untungnya tidak pernah bertemu
dengan pamanku itu. Sampai saat ini aku masih jalan bersama, tapi ketika
kutanya sampai kapan mau begini, ia tidak menjawabnya. Aku ingin sekali
menikahinya, tapi sepertinya ia bukan tipe cewek yang ingin punya keluarga.
Tapi lama-lama kupikir, tidak apalah, yang penting aku dapat enaknya juga.
TAMAT
membayangkannya, seolah-olah baru saja terjadi kemarin peristiwa yang
sangat indah ini.
Aku mempunyai seorang paman yang belum menikah. Pamanku ini bisa
dibilang rada telat untuk menikah karena waktu itu ia berusia 42 tahun. Hal ini
disebabkan karena pamanku adalah pengusaha kaya tapi ia terlalu cerewet
dalam memilih pendamping hidupnya. Sebenarnya ia telah banyak
diperkenalkan dengan wanita-wanita muda oleh keluargaku, tetapi tetap ia
bilang inilah itulah, tidak ada yang cocok dengan matanya, katanya.
Sampai pada suatu saat, ketika aku kebetulan sedang bertamu ke rumahnya,
datang teman pamanku dengan seorang wanita yang sangat cantik dan ayu,
semampai, langsing, pokoknya kalau menurut saya, layak dikirim untuk jadi
calon miss universe.
Kemudian kami diperkenalkan dengannya, wanita itu bernama Ayu, ternyata
namanya pas sekali dengan wajahnya yang memang ayu itu. Ia berusia 24
tahun dan saat itu ia bekerja sebagai sekretaris di perusahaan teman
pamanku itu. Kemudian kami bercakap-cakap, ternyata Ayu memang enak
untuk diajak ngobrol. Dan aku melihat sepertinya pamanku tertarik sekali
dengannya, karena aku tahu matanya tidak pernah lepas memandang wajah
Ayu.
Tapi tidak demikian halnya dengan Ayu. Ia lebih sering memandangku,
terutama ketika aku berbicara, tatapannya dalam sekali, seolah-olah dapat
menembus pikiranku. Aku mulai berpikir jangan-jangan Ayu lebih menyukaiku.
Tapi aku tidak dapat berharap banyak, soalnya bukan aku yang hendak
dijodohkan. Tapi aku tetap saja memandangnya ketika ia sedang berbicara,
kupandangi dari ujung rambut ke kaki, rambutnya panjang seperti gadis di
iklan sampo, kulitnya putih bersih, kakinya juga putih mulus, tapi sepertinya
dadanya agak rata, tapi aku tidak terlalu memikirkannya.
Tidak terasa hari sudah mulai malam. Kemudian sebelum mereka pulang,
pamanku mentraktir mereka makan di sebuah restoran chinese food di dekat
rumahnya di daerah Sunter. Ketika sampai di restorant tersebut, aku langsung
pergi ke WC dulu karena aku sudah kebelet. Sebelum aku menutup pintu,
tiba-tiba ada tangan yang menahan pintu tersebut. Ternyata adalah Ayu.
"Eh, ada apa Yu?"
"Enggak, gua pengen kasih kartu nama gua, besok jangan lupa telpon gua,
ada yang mau gua omongin, oke?"
"Kenapa enggak sekarang aja?"
"Jangan, ada paman elu, pokoknya besok jangan lupa."
Setelah acara makan malam itu, aku pun pulang ke rumah dengan seribu satu
pertanyaan di otakku, apa yang mau diomongin sama Ayu sih. Tapi aku tidak
mau pikir panjang lagi, lagipula nanti aku bisa-bisa susah tidur, soalnya kan
besok harus masuk kerja.
Besoknya saat istirahat makan siang, aku meneleponnya dan bertanya
langsung padanya.
"Eh, apa sih yang mau elu omongin, gua penasaran banget?"
"Eee, penasaran ya, Ton?"
"Iya lah, ayo dong buruan!"
"Eh, slow aja lagi, napsu amet sih elu."
"Baru tahu yah, napsu gua emang tinggi."
"Napsu yang mana nih?" Ayu sepertinya memancingku.
"Napsu makan dong, gua kan belum sempat makan siang!"
Aku sempat emosi juga rasanya, sepertinya ia tidak tahu aku ini orang yang
sangat menghargai waktu, terutama jam makan siang, soalnya aku sambil
makan dapat sekaligus main internet di tempat kerjaku, karena saat itu pasti
bosku pergi makan keluar, jadi aku bebas surfing di internet, gratis lagi.
"Yah udah, gua cuma mau bilang bisa enggak elu ke apartment gua sore ini
abis pulang kerja, soalnya gua pengen ngobrol banyak sama elu."
Aku tidak habis pikir, nih orang kenapa tidak bilang kemarin saja.
Lalu kataku, "Kenapa enggak kemarin aja bilangnya?"
"Karena gua mau kasih surprise buat elu." katanya manja.
"Ala, gitu aja pake surprise segala, yah udah entar gua ke tempat elu, kira-kira
jam 6, alamat elu di mana?"
Lalu Ayu bilang, "Nih catet yah, apartment XX (edited), lantai XX (edited),
pintu no. XX (edited), jangan lupa yah!""Oke deh, tunggu aja nanti, bye!"
"Bye-bye Ton."
Setelah telepon terputus, lalu aku mulai membayangkan apa yang akan
dibicarakan, lalu pikiran nakalku mulai bekerja. Apa bisa aku menyentuhnya
nanti, tetapi langsung aku berpikir tentang pamanku, bagaimana kalau nanti
ketahuan, pasti tidak enak dengan pamanku. Lalu aku pun mulai tenggelam
dalam kesibukan pekerjaanku.
Tidak lama pun waktu sudah menunjukkan pukul 17.00, sudah waktunya nih,
pikirku. Lalu aku pun mulai mengendarai motorku ke tempatnya. Lumayan
dekat dari tempat kerjaku di Roxymas. Sesampainya di sana, aku pun
langsung menaiki lift ke lantai yang diberitahukan. Begitu sampai di lantai
tersebut, aku pun langsung melihatnya sedang membuka pintu ruanganya.
Langsung saja kutepuk pundaknya, "Hai, baru sampe yah, Yu.."
Ayu tersentak kaget, "Wah gua kira siapa, pake tepuk segala."
"Elu khan kasih surprise buat gua, jadi gua juga mesti kasih surprise juga buat
elu."
Lalu ia mencubit lenganku, "Nakal elu yah, awas nanti!"
Kujawab saja, "Siapa takut, emang gua pikirin!"
"Ayo masuk Ton, santai aja, anggap aja rumah sendiri." katanya setelah
pintunya terbuka.
Ketika aku masuk, aku langsung terpana dengan apa yang ada di dalamnya,
kulihat temboknya berbeda dengan tembok rumah orang-orang pada
umumnya, temboknya dilukis dengan gambar-gambar pemandangan di luar
negeri. Dia sepertinya orang yang berjiwa seniman, pikirku. Tapi hebat juga
kalau cuma kerja sebagai sekretaris mampu menyewa apartment.
Jangan-jangan ini cewek simpanan, pikirku.
Sambil aku berkeliling, Ayu berkata, "Mau minum apa Ton?"
"Apa saja lah, asal bukan racun." kataku bercanda.
"Oh, kalau gitu nanti saya campurin obat tidur deh." kata Ayu sambil tertawa.
Sementara ia sedang membuat minuman, mataku secara tidak sengaja tertuju
pada rak VCD-nya, ketika kulihat satu persatu, ternyata lebih banyak film yang
berbau porno. Aku tidak sadar ketika ia sudah kembali, tahu-tahu ia nyeletuk,
"Ton, kalo elu mau nonton, setel aja langsung..!"
Aku tersentak ketika ia ngomong seperti itu, lalu kubilang, "Apa gua enggak
salah denger nih..?"
Lalu katanya, "Kalo elu merasa salah denger, yah gua setelin aja sekarang
deh..!"
Lalu ia pun mengambil sembarang film kemudian disetelnya. Wah, gila juga
nih cewek, pikirku, apa ia tidak tahu kalau aku ini laki-laki, baru kenal sehari
saja, sudah seberani ini.
"Duduk sini Ton, jangan bengong aja, khan udah gua bilang anggap aja rumah
sendiri..!" kata Ayu sambil menepuk sofa menyuruhku duduk.
Kemudian aku pun duduk dan nonton di sampingnya, agak lama kami terdiam
menyaksikan film panas itu, sampai akhirnya aku pun buka mulut, "Eh Yu, tadi
di telpon elu bilang mau ngomong sesuatu, apa sih yang mau elu
ngomongin..?"
Ayu tidak langsung ngomong, tapi ia kemudian menggenggam jemariku, aku
tidak menyangka akan tindakannya itu, tapi aku pun tidak berusaha untuk
melepaskannya.
Agak lama kemudian baru ia ngomong, pelan sekali, "Elu tau Ton, sejak
kemarin bertemu, kayaknya gua merasa pengen menatap elu terus, ngobrol
terus. Ton, gua suka sama elu."
"Tapi khan kemarin elu dikenalkan ke Paman gua, apa elu enggak merasa
kalo elu itu dijodohin ke Paman gua, apa elu enggak lihat reaksi Paman gua
ke elu..?"
"Iya, tapi gua enggak mau dijodohin sama Paman elu, soalnya umurnya aja
beda jauh, gua pikir-pikir, kenapa hari itu bukannya elu aja yang dijodohin ke
gua..?" kata Ayu sambil mendesah.
Aku pun menjawab, "Gua sebenarnya juga suka sama elu, tapi gua enggak
enak sama Paman gua, entar dikiranya gua kurang ajar sama yang lebih tua."
Ayu diam saja, demikian juga aku, sementara itu film semakin bertambah
panas, tapi Ayu tidak melepaskan genggamannya. Lalu secara tidak sadar
otak pornoku mulai bekerja, soalnya kupikir sekarang kan tidak ada orang lain
ini. Lalu mulai kuusap-usap tangannya, lalu ia menoleh padaku, kutatap
matanya dalam-dalam, sambil berkata dengan pelan, "Ayu, gua cinta elu."
Ia tidak menjawab, tapi memejamkan matanya. Kupikir ini saatnya, lalu
pelan-pelan kukecup bibirnya sambil lidahku menerobos bertemu lidahnya.
Ayu pun lalu membalasnya sambil memelukku erat-erat. Tanganku tidak
tinggal diam berusaha untuk meraba-raba buah dadanya, ternyata agak besar
juga, walaupun tidak sebesar punyanya bintang film porno. Ayu menggeliat
seperti cacing kepanasan, mendesah-desah menikmati rangsangan yang
diterima pada buah dadanya.
Kemudian aku berusaha membuka satu persatu kancing bajunya, lalu
kuremas-remas payudara yang masih terbungkus BRA itu.
"Aaahh, buka aja BH-nya Ton, cepat.., oohh..!"
Kucari-cari pengaitnya di belakang, lalu kubuka. Wah, ternyata lumayan juga,
masih padat dan kencang, walaupun tidak begitu besar. Langsung
kusedot-sedot putingnya seperti anak bayi kehausan.
"Esshh.. ouwww.. aduhh.. Ton.. nikmat sekali lidahmu.., teruss..!"
Setelah bosan dengan payudaranya, lalu kubuka seluruh pakaiannya sampai
bugil total. Ia juga tidak mau kalah, lalu melepaskan semua yang kukenakan.
Untuk sesaat kami saling berpandangan mengagumi keindahan
masing-masing. Lalu ia menarik tanganku menuju ke kamarnya, tapi aku
melepaskan pegangannya lalu menggendongnya dengan kedua tanganku.
"Aouww Ton, kamu romantis sekali..!" katanya sambil kedua tangannya
menggelayut manja melingkari leherku.
Kemudian kuletakkan Ayu pelan-pelan di atas ranjangnya, lalu aku menindih
tubuhnya dari atas, untuk sesaat mulut kami saling pagut memagut dengan
mesranya sambil berpelukan erat. Lalu mulutku mulai turun ke buah dadanya,
kujilat-jilat dengan lembut, Ayu mendesah-desah nikmat. Tidak lama aku
bermain di dadanya, mulutku pelan-pelan mulai menjilati turun ke perutnya,
Ayu menggeliat kegelian.
"Aduh Ton, elu ngerjain gua yah, awas elu nanti..!"
"Tapi elu suka khan? Geli-geli nikmat..!"
"Udah ah, jilati aja memek gua Ton..!"
"Oke boss.., siap laksanakan perintah..!"
Langsung saja kubuka paha lebar-lebar, tanpa menunggu lagi langsung saja
kujilat-jilat klitorisnya yang sebesar kacang kedele. Ayu
menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan liar seakan-akan tidak mau kalah
dengan permainan lidahku ini.
"Oohh esshh aaouuw uuhh teeruss.., lebih dalemm, oohh.. nikmat sekali..!"
Agak lama juga aku bermain di klitorisnya sampai-sampai terlihat banjir di
sekitar vaginanya.
"Ton, masukkin aja titit elu ke lobang gua, gua udah enggak tahan lagi..!"
Dengan segera kuposisikan diriku untuk menembus kemaluannya, tapi ketika
kutekan ujung penisku, ternyata tidak mau masuk. Aku baru tahu ternyata dia
masih perawan.
"Ayu, apa elu tidak menyesal perawan elu gua tembus..?"
"Ton, gua rela kalau elu yang ngambil perawan gua, bagi gua di dunia ini
cuma ada kita berdua aja."
Tanpa ragu-ragu lagi langsung kutusuk penisku dengan kuat, rasanya seperti
ada sesuatu yang robek, mungkin itu perawannya, pikirku.
"Aduh sakit Ton, tahan dulu..!" katanya menahan sakit.
Aku pun diam sejenak, lalu kucium mulutnya untuk meredakan rasa sakitnya.
Beberapa menit kemudian ia terangsang lagi, lalu tanpa buang waktu lagi
kutekan pantatku sehingga batang kemaluanku masuk semuanya ke dalam
lubangnya.
"Pelan-pelan Ton, masih sakit nih..!" katanya meringis.
Kugoyangkan pinggulku pelan-pelan, lama kelamaan kulihat dia mulai
terangsang lagi. Lalu gerakanku mulai kupercepat sambil menyedot-nyedot
puting susunya. Kulihat Ayu sangat menikmati sekali permainan ini.
Tidak lama kemudian ia mengejang, "Ton, aa.. akuu.. mau keluarr.., teruss..
terus.., aahh..!"
Aku pun mulai merasakan hal yang sama, "Yu, aku juga mau keluar, di dalam
atau di luar..?"
"Keluarin di dalem aja Sayang.. ohh.. aahh..!" katanya sambil kedua pahanya
mulai dijepitkan pada pinggangku dan terus menggoyangkan pantatnya.
Tiba-tiba dia menjerit histeris, "Oohh.. sshh.. sshh.. sshh.."
Ternyata dia sudah keluar, aku terus menggenjot pantatku semakin cepat dan
keras hingga menyentuh ke dasar liang senggamanya.
"Sshh.. aahh.." dan, "Aagghh.. crett.. crett.. creet..!"
Kutekan pantatku hingga batang kejantananku menempel ke dasar liang
kenikmatannya, dan keluarlah spermaku ke dalam liang surganya.
Saat terakhir air maniku keluar, aku pun merasa lemas. Walaupun dalam
keadaan lemas, tidak kucabut batang kemaluanku dari liangnya, melainkan
menaikkan lagi kedua pahanya hingga dengan jelas aku dapat melihat
bagaimana rudalku masuk ke dalam sarangnya yang dikelilingi oleh bulu
kemaluannya yang menggoda. Kubelai bulu-bulu itu sambil sesekali
menyentuh klitorisnya.
"Sshh.. aahh..!" hanya desisan saja yang menjadi jawaban atas perlakuanku
itu.
Setelah itu kami berdua sama-sama lemas. Kami saling berpelukan selama
kira-kira satu jam sambil meraba-raba.
Lalu ia berkata kepadaku, "Ton, mudah-mudahan kita bisa bersatu seperti ini
Ton, gua sangat sayang pada elu."
Aku diam sejenak, lalu kubilang begini, "Gua juga sayang elu, tapi elu mesti
janji tidak boleh meladeni paman gua kalo dia nyari-nyari elu."
"Oke boss, siap laksanakan perintah..!" katanya sambil memelukku lebih erat.
Sejak saat itu, kami menjadi sangat lengket, tiap malam minggu selalu kami
bertingkah seperti suami istri. Tidak hanya di apartmentnya, kadang aku
datang ke tempat kerjanya dan melakukannya bersama di WC, tentu saja
setelah semua orang sudah pulang. Kadang ia juga ke tempat kerjaku untuk
minta jatahnya. Katanya pamanku sudah tidak pernah mencarinya lagi,
soalnya tiap kali Ayu ditelpon, yang menjawabnya adalah mesin penjawabnya,
lalu tak pernah dibalas Ayu, mungkin akhirnya pamanku jadi bosan sendiri.
Aku dan ia sering jalan-jalan ke Mal-Mal, untungnya tidak pernah bertemu
dengan pamanku itu. Sampai saat ini aku masih jalan bersama, tapi ketika
kutanya sampai kapan mau begini, ia tidak menjawabnya. Aku ingin sekali
menikahinya, tapi sepertinya ia bukan tipe cewek yang ingin punya keluarga.
Tapi lama-lama kupikir, tidak apalah, yang penting aku dapat enaknya juga.
TAMAT
Langganan:
Postingan (Atom)