Rabu, Januari 07, 2009

Sex Bebas Kalangan Akhwat Aktivis Kampus 1

http://veronika-telanjangbugil.blogspot.com

Sangat Mudah Menelanjangi Gadis Berjilbab
Di sini Anda dapat menemukan cara mudah dan trik untuk 'menyetubuhi' gadis2 berjilbab TANPA HARUS MENIKAHINYA

Sex Bebas Kalangan Akhwat Aktivis Kampus -( Episode Pertama )
MAJALAH Syir'ah no 30/IV/Mei 2004

Ajaran agama menilai seks di luar nikah sebagai perbuatan berbuah dosa.

Namun seiring perkembangan waktu, nilai-nilai tersebut seolah bergeser 180 derajat Sebagian dari mereka bahkan menganggap seks bebas itu sudah biasa.
Penampilan Sarah sangat menonjol sosoknya sebagai seorang muslimah. Tidak mungkin orang menganggap Sarah sebagai seorang mahasiswi yang gemar melakukan seks bebas karena kesantunan sikapnya serta jilbab senantiasa melekat pada dirinya. Namun, inilah pengakuan perempuan berusia 24 tahun asal Palembang. Semenjak kuliah semester dua di perguruan tinggi Islam di kawasan Condongcatur, Sleman, Yogyakarta, ia sering melakukan hubungan seks bebas. Sudah tak terhitung berapa kali is melakukan dengan pacarnya.
Aku sendiri sekarang tidak merasa berdosa melakukan seks bebas. Karena kebiasaan kali ya, tuturnya kepada syir'ah, setelah meminta agar identitas pribadinya tidak dibeberkan. Gadis berjilbab yang suka memakai celana jeans ketat ini sebenarnya berasal dari keluarga "fananatik" dalam beragama. Di kota Palembang tempat kelahirannya, semenjak usia dini hingga remaja, ia hidup dalam iklim religius yang sangat ketat. Orangtuanya memasukkan Sarah ke sekolah yang mengutamakan pendidikan Islam. Belum lagi, setiap sore, Sarah masih punya kewajiban ikut kegiatan keagamaan di madrasah
Tak kurang pendidikan agama yang didapatkan di masa remajanya. Lantas kenapa muslimah seperti Sarah yang dulu sangat mengecam perilaku dosa besar seperti seks luar nikah, justru kini menikmatinya tanpa beban ? Faktor apa yang membuat dirinya berani menabrak norma, hukum, dan etika agama?
Sesuai pengakuannya, Sarah pertama kali melakukan hubungan seks dengan pacarnya yang juga kakak kelasnya. Dulu ia merasa harus menunggu menikah dulu untuk melakukan hubungan seks. Namun, karena pacarnya sering merayu ketika ngobrol di tempat kosnya, akhirnya sarah mau melakukan. Habis aku sayang banget sama dia, apalagi dia juga berjanji mau menikahiku, katanya.

Menariknya, kalau dulu Sarah melakukan hubungan seks karena terdorong hasrat seksualnya, kini seks bagi Sarah adalah cara praktis mencari penghasilan. Dia mengaku kalau dalam sehulan sering melakukan hubungan seks dua sampai tiga kali dengan orang yang membutuhkannya. Ia melakukan karena uangnya dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sembari menyelesaikan tugas akhir kuliahnya. Aku belum kerja, sementara aku sudah tidak man membebani orangtua, ucapnya. Sarah memang tidak merasa perlu berapologi soal ekonomi sebagai faktor alasannya. Ini soal praktis aja kok, ujarnya terbuka, dengan tanpa mau menyebut berapa jumlah penghasilannya ketika dipesan orang.
Lain halnya Umi, mahasiswi berjilbab berkulit kuning vokalis group Nasyid di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).Umi menuturkan, hubungan sex pertama kali dilakukan saat ia masih duduk di bangku Madrasah Aliyah.Kejadian itu berawal dari seringnya ia menjadi panitia hari besar keagamaan, dengan pacar sekelasnya, ia melakukan hubungan sex di ruang kelas yang saat itu sepi.Menyesalkah Umi?"Lebih tepatnya takut", katanya ."Namanya juga baru pertama kali ML,taklut hamil.Tapi setelah ternyata nggak hamil, ya diulang-ulang lagi.."'katanya sedikit tersipu.Masih pengakuan Umi, ia sampai menjadi mahasiswi semester 3 saat ini, telah berhubungan sex dengan 3 laki-laki.
Sarah ..ataupun Umi, mungkin mewakili dua sosok fenomenal mahasiswi yang sering jadi perbincangan di lingkungan kampus. Pertama, ada istilah pecun yang tidak jelas artinya, tapi sering digunakan sebagai bahasa gaul kaum mahasiswa ketika membincangkan mahasiswi yang gemar melakukan seks bebas gonta-ganti pasangan.
Yang kedua, sosok Sarah mungkin juga bisa diidentikan dengan ayam kampus, satu istilah yang sering ditujukan kepada mahasiswi yang bisa dikontrak dengan bayaran tertentu oleh laki-laki hidung belang. Ihwal kebebasan seks di kalangan mahasiswa bukanlah hal yang aneh. Tapi cukup mengagetkan jika ternyata pelakunya banyak dari kalangan pesantren, aktivis gerakan Islam kampus, yang notabene dikenal sebagai mahasiswa taat beragama. Kalau dicari akar penyebabnya, barangkali pergaulan bebas di lingkungan
mereka tinggal itulah yang menjadikan seks tidak lagi sebagai perilaku yang harus dijauhi. Kebebasan mahasiswa-mahasiswi di kota-kota besar memang membuat cara berpikir dan perilaku orang bisa berbuat di luar norma-norma tradisional. Banyak hal yang mempengaruhinya. Di antaranya karena jauh dari orangtua, lingkungan yang permisif, dan tentu banyak dipengaruhi media massa, kata Alia Swastika, pengamat kebudayaan dari Lembaga KUNCI, Yogyakarta.
Sebenarnya soal seks bebas, kata Alia, juga bagian dari gejala perlawanan terhadap norma yang sudah mapan. Di mana pun dan kapan pun, masyarakat apapun, terdapat gejala-gejala perlawanan terhadap norma yang sudah mapan, katanya.
Menurut KH Muhamin, pengasuh pesantren di Kotagede, Yogyakarta, iklim kebebasan di Yogyakarta memang sangat mendukung perilaku seks bebas di kalangan mahasiswa. Tapi, bagaimana jika dilakukan oleh kalangan mahasiswa Islam? Kiai yang sering memberi bantuan menikahkan mahasiswa-mahasiswi secara sirri ini menilai, tidak ada jaminan bahwa orang yang berlatar belakang agama lebih taat dan bisa menghindari godaan itu. Jangankan mahasiswa yang kos. Santri saya yang terjaga ketat saja pernah ada yang `kebobolan',ungkapnya.
Fenomena seorang muslimah seperti Sarah barangkali sudah sering terdengar di berbagai pembicaraan. Istilah ayam kampus telah sangat dikenal luas, terutama oleh para mahasiswa. Iklim kebebasan di Yogyakarta memang sangat tinggi. Soal seks bebas bukan isu tanpa bukti. Apalagi tinggal di tempat kos yang memberikan kebebasan. Suasana tempal kos seperti itu mendukung pergaulan antarmahasiswa ke arah perilaku yang menyimpang dari norma-norma agama.
Tak heran jika mahasiswa yang berlatar belakang santri pun larut dalam arus kebebasar seksual-tersebut. Ibu Sumarmi, seorang pengelola rumah kos di kawasan Kaliurang Yogyakarta. serlng mengetahui kalau ada tamu mahasiswa yang menginap di salah satu kamar seorang mahasiswi yang kos di samping rumahnya. Dulu kami pernah memberikan peringatan agar mahasiswi yang kos di sini tidak boleh menerima tamu mahasiswa, ya sekedar menasehati, apalagi mereka mahasiswi yang kesehariannya berjilabab.Eh..tapi mereka malah pada pindah, katanya.
Namun harus diakui, fenomena seorang mahasiswi muslimah yang kesehariannya berjilbab dan berjubah sekalipun, tak luput dari godaan-godaan duniawi khususnya masalah sex.Tengoklah Aulia, gadis manis berlesung pipit ini mengaku telah berulang kali melakukan hubungan sexual dengan dosen pembimbing skripsinya."Dosen saya yang mulai ngajak "gituan".Awalnya sih saya nolak,tapi skripsi saya nggak pernah kelar"'tuturnya kepada Syir'ah.Terus... bagaimana akhir dari skripsinya?"Alhamdulillah, beres, bahkan saya berhasil merampungkan S1-nya dengan IP 3,48
Lain dengan Sarah, Rizal (bukan nama sebenarnya) seorang alumnus pesantren di Jawa Timur kini kuliah di perguruan tinggi terkenal di kawasan timur Yogyakarta juga tidak lagi tabu melakukan hubungan seks di luar nikah. Kalau hanya untuk keperluan seks, lalu harus menunggu pernikahan, aku kira terlalu berat, katanya. Bagi Rizal, untuk membentuk suatu pernikahan banyak syarat yang harus dipenuhi. Nikah baginya bukanlah pelembagaan seks itu sendiri, tetapi lebih kepada pembentukan keluarga.
Menurut dia, seks kos adalah dorongan yang manusiawi, sementara pernikahan tidak bisa dilaksanakan segera, maka pilihan seks suka sama suka pada dasarnya tidak perlu dirisaukan. Konsepsi seks harus dengan melalui lembaga pernikahan, rasanya perlu ditafsir ulang, kata mahasiswa yang fasih mengutip ayat untuk memperkuat argumentasinya ini.Senada dengan Rizal, Aam (nama samaran), umur 29 tahun, alumnus dari perguruan tinggi yang sama dengan Rizal, mengaku sering melakukan hubungan seks untuk kesenangan semata. Alumnus salah satu pesantren terkemuka di Cirebon ini mengaku, seks adalah hasrat yang harus dipenuhi. Bagi saya, seks adalah obyek kesenangan yang ada pada saya dan mesti dipenuhi sepanjang saya belum mendapatkan alasan dan keyakinan yang lebih kuat untuk bisa menghentikannya, katanya.
Aam tidak tahu kenapa dirinya berani menentang norma-norma agama yang pernah dipelajarinya di pesantren. Yang jelas, is mengaku bosan dengan lingkungan pesantren yang serba ketat dalam menjaga pergaulan hidup. Saya tak menafikan sampai sekarang Sering terbersit adanya larangan agama, tapi begitu hasrat saya terus mendesak, saya mengabaikannya, ujarnya.
Kenapa tidak menikah? Aku belum merasa siap secara material, kata Aam. Ia memang tidak menolak perlunya menikah. Sebab, biar bagaimanapun dia hidup dalam komunitas sosial dengan aturan formal yang telah ada. Meskipun aturan itu hanya ada pada tingkat permukaan, ujarnya. Bagi Aam, lembaga perkawinan adalah bentuk pertanggungjawaban sosial di hadapan masyarakat dan barangkali anak-anak yang menjadi generasi penerus.

Tidak ada komentar: